Jumat, 04 September 2009

Kupikir-pikir

Kupikir – pikir, mungkin tak ada ruginya aku kehilangan dia. Dia bukan siapa – siapa, dia hanya pria yang pernah membuatku puas dengan memberikanku multiorgasme yang pada dasarnya adalah melelahkan. Kupikir – pikir, mengapa aku masih mau mencintainya, padahal dia yang mengajarkanku bercumbu tanpa perasaan. Dia mengajarkanku untuk membunuh perasaanku tiap kali selesai bercumbu dengannya. Huh…. Kupikir – pikir, Apa hak dia???? Atau mungkin mengapa aku merasa wajib bertanggung jawab akan sakit hati yang dirasakannya ketika aku berusaha membuat alibi palsu tentang diriku di mata orang tuaku? Kemudian aku memiliki kewajiban sakit hati atas segala perlakuannya padaku.
Kupikir – pikir, mengapa dulu aku mau merelakan tubuhku dipukuli pacarku hanya untuk memberinya kesempatan untuk bersamaku, dan pada nyatanya ia tak pernah ingin bersamaku. Hmmm….. Kupikir – pikir, Kok aku bisa ya, memohon padanya, menjadi pengemis cinta yang bahkan tak ada harganya lagi dimatanya, seolah aku kotoran anjing liar yang hanya membuatnya jijik dan muak.
Setelah kupikir – pikir………. Dia memang tak pernah berencana mencintaiku.

Kupikir – pikir, aku sangat rugi kehilangan dia, karena dia adalah orang yang bisa menerimaku apa adanya dan mungkin menarik bagiku, yang pasti… dia telah membuatku jatuh cinta setengah mati, walaupun baru kusadari ketika dia pergi. Huh….. kupikir – pikir, mengapa dulu tak kuminta kepastian darinya tentang hubunganku dengannya lebih lanjut.
Kupikir – pikir, mengapa saat itu ku mengambil resiko, padahal batinku telah mengatakan bahwa itu dia. Oalah………….. kupikir – pikir lagi, aku ingin menjadikannya pendamping hidupku dunia akhirat. Hmmm……… sudahlah!!
Kemudian kupikir – pikir lagi………… Dia memang bukan jodohku

Kupikir – pikir, mengapa aku masih mengiangkan kenanganku bersamanya, saat ia menghadiahiku bak anak kecil yang diberi permen dan saat aku bernyanyi – nyanyi riang karena bertemu dengannya, sedang ia hanya memikirkan bagaimana cara terhebat untuk menyetubuhiku. Hhhhhhh……… lelah rasanya berpikir. Tapi, kupikir – pikir lagi…. Aku lah yang bodoh, mengaharapkan kasih sayang dari orang yang entahlah, aku sendiri tak tahu bagaimana harus menyebutnya.
Kucoba tuk berfikir lagi, untuk apa aku menunggunya dan menantikannya dalam kesempatan yang bahkan tak sebesar lubang jarum sekalipun, huh bagai mencari jarum dalam jerami, jawabannya takkan pernah ada. AAARRRRGGGHHHH……… Mengapa ku tak pernah berhenti memikirkannya??? Hingga kupikir – pikir lebih baik kuhancurkan saja kepalaku sampai kosong melompong, berharap ia tak hadir lagi di kepalaku, sayangnya ia menyusup di hatiku.
Kupikir – pikir……… Aku bodoh

Kupikir – pikir, mengapa aku masih mengaharapkannya, padahal ia pernah bilang padaku bahwa aku tak pantas untuknya. Makanya…. Kucoba tuk jadikan diriku pantas untuknya, tapi percuma. SSsssstttt….. kupikir – pikir lagi, dia akan rugi tak memilihku, karena kuyakin, hanya akulah yang sanggup mencintainya melebihi apapun.
Kupikir – pikir, dia adalah seorang penjahat yang sejahat – jahatnya karena telah merenggut asaku dan cintaku. Mendatangkan lara dan bencana!! Tidakkkkk…… kupikir – pikir matang – matang, aku harus merelakannya, ia mencintai orang lain yang menurutnya terbaik untuknya dan dicintainya.
Kupikir – pikir………………. Akhhhhh…pikiranku, berhentilah berpikir karena aku mulai kehilangan keseimbangan. Aku mulai merasakan partikel – partikel dalam tubuhku siap terpecah belah.
Kupikir – pikir dengan seluruh sisa tenagaku, aku sangat mencintainya.

Aku tak ingin memikirkannya, aku tak ingin memujanya, aku ingin berhenti mendambanya, aku ingin menghilangkan kenangan bersamanya. Aku ingin dia tak pernah hadir dalam hidupku, aku ingin semua saat – saat dengannya hilang, ditelan Tsunami mungkin. Pokoknya, aku ingin dia pergi jauh dari hidupku sejauh – jauhnya hingga indera penciumanku yang terkenal tajam ini, tak dapat mencium baunya lagi.
Aku juga, ingin bersamanya selamanya, ditemaninya, bercumbu lembut dengannya,aku tak ingin kehilangannya. Aku ingin memperbaiki semuanya, mengulangnya dari awal. Aku tak ingin ia memiliki kesan jijik padaku, aku tak ingin ia hanya menyayangiku walau sebatas adik. Aku ingin dia memandangku dan mencintaiku sebagai seorang wanita. Karena aku wanita. Wanita pesakitan yang mungkin tak pernah dilihatnya dan disentuhnya dengan lembut.
Sisi bijak batinku berkata dia memang bukan untukku, dia tidak mencintaiku. Dia tak bisa menerimaku lagi.
Kupikir – pikir………………………………………
…………………….
Aku harus merelakannya.
Aku pun terdiam bisu…… dalam kamarku…… berusaha melupakan semua tentangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar