Senin, 07 September 2009

Kekasih...

1.2.3.4.5.6.7.8.9

kekasih.... menghitung angka dalam abu
menjadi biru dalam kelambu...

kekasih... nanar....

Jumat, 04 September 2009

AKU

Tak pantaskah jalan ini kutelusuri
Setelah sekian lama kumenggilainya
Setelah berlalu duri – duri penimbul lara

Nampak ku tak sanggup berpacu dalam kelambu
Mungkin memang ku tak pantas
Aku….. hanya aku……

Senada jiwa dalam melodi getarkan hasrat
Mencintai dia………. Bukan dicintai…..
Aku……. mungkin aku…………..

Maka aku kan berlari menelusuri pecahan kaca ini
Menengadah pada awan yang indah
Berharap perih ini tak terasa lagi.
Nyatanya…… tiba…. Dimana aku nista

Aku……… hanyalah aku…. yang tak berarti di pelupukmu
Aku kan pergi melupakan awan biru itu
Kembali pada merah darah kakiku
Menutupi kusta di tubuhku
Hanya aku……….
Maafku padamu, terkasih yang sempat melipur laraku.

Kupikir-pikir

Kupikir – pikir, mungkin tak ada ruginya aku kehilangan dia. Dia bukan siapa – siapa, dia hanya pria yang pernah membuatku puas dengan memberikanku multiorgasme yang pada dasarnya adalah melelahkan. Kupikir – pikir, mengapa aku masih mau mencintainya, padahal dia yang mengajarkanku bercumbu tanpa perasaan. Dia mengajarkanku untuk membunuh perasaanku tiap kali selesai bercumbu dengannya. Huh…. Kupikir – pikir, Apa hak dia???? Atau mungkin mengapa aku merasa wajib bertanggung jawab akan sakit hati yang dirasakannya ketika aku berusaha membuat alibi palsu tentang diriku di mata orang tuaku? Kemudian aku memiliki kewajiban sakit hati atas segala perlakuannya padaku.
Kupikir – pikir, mengapa dulu aku mau merelakan tubuhku dipukuli pacarku hanya untuk memberinya kesempatan untuk bersamaku, dan pada nyatanya ia tak pernah ingin bersamaku. Hmmm….. Kupikir – pikir, Kok aku bisa ya, memohon padanya, menjadi pengemis cinta yang bahkan tak ada harganya lagi dimatanya, seolah aku kotoran anjing liar yang hanya membuatnya jijik dan muak.
Setelah kupikir – pikir………. Dia memang tak pernah berencana mencintaiku.

Kupikir – pikir, aku sangat rugi kehilangan dia, karena dia adalah orang yang bisa menerimaku apa adanya dan mungkin menarik bagiku, yang pasti… dia telah membuatku jatuh cinta setengah mati, walaupun baru kusadari ketika dia pergi. Huh….. kupikir – pikir, mengapa dulu tak kuminta kepastian darinya tentang hubunganku dengannya lebih lanjut.
Kupikir – pikir, mengapa saat itu ku mengambil resiko, padahal batinku telah mengatakan bahwa itu dia. Oalah………….. kupikir – pikir lagi, aku ingin menjadikannya pendamping hidupku dunia akhirat. Hmmm……… sudahlah!!
Kemudian kupikir – pikir lagi………… Dia memang bukan jodohku

Kupikir – pikir, mengapa aku masih mengiangkan kenanganku bersamanya, saat ia menghadiahiku bak anak kecil yang diberi permen dan saat aku bernyanyi – nyanyi riang karena bertemu dengannya, sedang ia hanya memikirkan bagaimana cara terhebat untuk menyetubuhiku. Hhhhhhh……… lelah rasanya berpikir. Tapi, kupikir – pikir lagi…. Aku lah yang bodoh, mengaharapkan kasih sayang dari orang yang entahlah, aku sendiri tak tahu bagaimana harus menyebutnya.
Kucoba tuk berfikir lagi, untuk apa aku menunggunya dan menantikannya dalam kesempatan yang bahkan tak sebesar lubang jarum sekalipun, huh bagai mencari jarum dalam jerami, jawabannya takkan pernah ada. AAARRRRGGGHHHH……… Mengapa ku tak pernah berhenti memikirkannya??? Hingga kupikir – pikir lebih baik kuhancurkan saja kepalaku sampai kosong melompong, berharap ia tak hadir lagi di kepalaku, sayangnya ia menyusup di hatiku.
Kupikir – pikir……… Aku bodoh

Kupikir – pikir, mengapa aku masih mengaharapkannya, padahal ia pernah bilang padaku bahwa aku tak pantas untuknya. Makanya…. Kucoba tuk jadikan diriku pantas untuknya, tapi percuma. SSsssstttt….. kupikir – pikir lagi, dia akan rugi tak memilihku, karena kuyakin, hanya akulah yang sanggup mencintainya melebihi apapun.
Kupikir – pikir, dia adalah seorang penjahat yang sejahat – jahatnya karena telah merenggut asaku dan cintaku. Mendatangkan lara dan bencana!! Tidakkkkk…… kupikir – pikir matang – matang, aku harus merelakannya, ia mencintai orang lain yang menurutnya terbaik untuknya dan dicintainya.
Kupikir – pikir………………. Akhhhhh…pikiranku, berhentilah berpikir karena aku mulai kehilangan keseimbangan. Aku mulai merasakan partikel – partikel dalam tubuhku siap terpecah belah.
Kupikir – pikir dengan seluruh sisa tenagaku, aku sangat mencintainya.

Aku tak ingin memikirkannya, aku tak ingin memujanya, aku ingin berhenti mendambanya, aku ingin menghilangkan kenangan bersamanya. Aku ingin dia tak pernah hadir dalam hidupku, aku ingin semua saat – saat dengannya hilang, ditelan Tsunami mungkin. Pokoknya, aku ingin dia pergi jauh dari hidupku sejauh – jauhnya hingga indera penciumanku yang terkenal tajam ini, tak dapat mencium baunya lagi.
Aku juga, ingin bersamanya selamanya, ditemaninya, bercumbu lembut dengannya,aku tak ingin kehilangannya. Aku ingin memperbaiki semuanya, mengulangnya dari awal. Aku tak ingin ia memiliki kesan jijik padaku, aku tak ingin ia hanya menyayangiku walau sebatas adik. Aku ingin dia memandangku dan mencintaiku sebagai seorang wanita. Karena aku wanita. Wanita pesakitan yang mungkin tak pernah dilihatnya dan disentuhnya dengan lembut.
Sisi bijak batinku berkata dia memang bukan untukku, dia tidak mencintaiku. Dia tak bisa menerimaku lagi.
Kupikir – pikir………………………………………
…………………….
Aku harus merelakannya.
Aku pun terdiam bisu…… dalam kamarku…… berusaha melupakan semua tentangnya.

DIA BODOH

Dia memandangi pilu kamarnya, meratapi apa yang telah diperbuatnya. Sudah kukatakan padanya, bahwa dia BODOH. Namun beribu kata meluncur lebih cepat daripada teori kecepatan cahaya. Sejak awal dia dilecehkan, hingga akhirnya dia disetubuhi dengan konyolnya, dia tak berubah, tetap saja BODOH.
Aku mengenalnya sedari dulu. Terkadang dia bercerita padaku, tentang emosi jiwanya yang meluap – luap, tentang kebenciannya saat dia diperlakukan bak pelacur, dan tentang segala kenaifannya akan dunia. Dan dia tetap saja bodoh.
Aku memakinya, aku mencacinya, aku mengutuknya, aku mencemoohnya, aku membencinya, aku menyayanginya, aku…….kasihan padanya. Pada dia yang selalu dilecehkan, pada dia yang selalu dianiaya, pada dia yang selalu merasa terpaksa tanpa dapat menolak, pada dia yang selalu berbuat konyol, terutama pada dia yang selalu BODOH. Dia BODOH.
Terkadang aku heran menatapnya tak henti, ketika dia mengutarakan segala pendapatnya yang konvensional, ketika dia membandingkan semua kasus yang diberikan gurunya dengan logikanya yang amat logis, ketika dia membagi – bagikan uangnya dengan cuma – cuma, ketika dia mengungkapkan cita-citanya padaku dengan mata bersinar – sinar dan berkaca – kaca ( karena ketakutannya akan tak tercapainya cita – cita itu ), ketika dia mengumandangkan kata – kata penuh harapan pada orang yang sedang berputus asa ( padahal dia juga melebihi putus asa ), ketika dia menjadi tumbal keberhasilan orang yang dikatakan dan dibelanya sebagai teman ( walaupun selalu membuatnya merasa terpaksa untuk merelakan selangkangannya ), ketika dia mendesah penuh kebencian dia atas tubuh laki – laki yang untuk kesekian kalinya dia sebut teman ( walaupun membuat hatinya tak karuan selamanya ), ketika ia memandang jijik dirinya di depan setiap cermin yang disapanya, ketika dia merasa malu untuk mengungkapkan bahwa terkadang ia menikmati kepelacurannya itu, ketika ia ketakutan akan seseorang yang akan menjadi pendampingnya kelak, ketika ia ketakutan dan gelisah akan kasih sayang yang tak didapatkannya, ketika ia sibuk mencari pengganti kasih sayang yang tak didapatkannya, ketika dia gelisah dan kecewa oleh hal yang terlalu diharapkannya.
Suatu hari, dia kembali menumpahkan air matanya di tubuhku. Menangis pilu. Berkeluh kesah. Saat ia berjalan membalikkan badan dari balik pintu peraduan kebenciannya. Wajahnya lusuh, penuh dengan gundah. Mencari – cari pilar di tengah lapangan sepak bola. Pening melihat langsung arah matahari, saat aku menghilang.
Ketika tiba kembali, kulihat ia meminum berbagai racun, yang sebisa mungkin tak membunuhnya. Ia berlari sekuat tenaga, mengeluarkan seluruh cairan tubuhnya hingga ia lemas terkulai. Melemparkan dirinya di atas bara, hingga membuat gumpalan di tubuhnya.
Kembali ia melolong di atas tubuh lelaki yang menyatakan cinta padanya. Cinta pada hasratnya, cinta pada tubuhnya, cinta pada dia yang sedang bercinta dan mendesah pilu. Kali ini jalannya hanya tinggal sepotong kayu. Ia menjadi pelacur sebenar – benarnya. Hingga cukup pula.
Matanya menuju suatu arah yang membuatnya linglung. Dalam suatu rumah, dilihatnya manusia – manusia tak beradab berucap lembut padanya dan mencurigainya. Ketika mereka tahu bahwa ia juga tak beradab, disambutlah dalam dunia putih yang hitam. Sejenak terpikir rasa geli dan jijik dari dirinya melihat manusia – manusia itu, namun tanpa disadarinya, ia lebih tak beradab dibandingkan manusia – manusia tak beradab itu. Sesosok dewa telah menantinya dalam cahaya, dewa kematian, yang menyusupkan tangannya dibalik kemaluannya. Mengambil gumpalan yang dihasilkan dari desahan – desahan pilunya. Dan ia memberikan uang hasil dari desahan – desahan pilunya.
Dewa itu tersenyum lebar, seolah telah melakukan hal yang memukau. Menghilangkan gumpalan dari tubuh wanita jalang di hadapannya.
Ia bodoh………………. Menciumi bibir, kuping, leher, dada, dan penis laki – laki hanya untuk mengikhlaskannya kepada seorang pembunuh.
Ia bodoh…. Sungguh bodoh…… Hingga saat ia sadari, matahari tak lagi bersinar. Ia tenggelam dalam kebodohannya. Ia pembunuh, pelacur, penuding, pemeras, dan terlebih lagi…. Bodoh. Dan aku ikut bodoh karenanya. Karena aku adalah bayangan dari orang bodoh.
Kemudian ia berkata padaku, “apakah aku hina? Apakah aku sundal? Apakah aku tak pantas hidup? Apakah aku begitu buruk rupanya hingga hidupku seperti ini?”
Aku diam… lama… menanti pertanyaan kelanjutan dari apa yang dikataannya. Ingin ku berkata dengan jelasnya, namun aku tak tega.
Aku dan dia saling terdiam dalam ruangan kosong yang hanya diikuti oleh pantulan cahaya remang-remang yang memberontak masuk. Setelah apa yang dialaminya, setelah apa yang dipikirkannya, Setelah semua cacian kutuangkan menjadi sebuah prosa. Aku tetap tak bias bicara padanya. Ia pun berteriak padaku, “MENGAPA AKU TAK PERNAH BAHAGIA????”
Aku tersenyum sinis, dalam ketenggelamannya, dalam kepiluannya…
Dan kukatakan padanya, perlahan dan tegas…
“Kau hanya tak pernah bersyukur”
Ia tercengang, membisu
“Kau cantik dan jatuh dalam kecantikanmu”
Matanya membelalak
“Kau bodoh”
Tubuhnya melemas… terguncang akan kata-kataku. Kata-kata yang menusuknya dari dalam, dari bayangannya…
Ia pun menyadari sebagaimana aku yang terus menyaksikan kebodohannya. Ia hanya bodoh.

Topeng Kaca Cantika

Sesosok perempuan terlihat tak berarah. Mencari apa yang tak ia ketahui. Begitu banyak ragu dalam keragu-raguan. Hatinya pilu… karena ia tahu, bahwa dirinya jalang. Perempuan itu bernamakan Cantika.
Cantika…Cantika… begitulah orang-orang memanggilnya. Seseorang yang dikenal dengan baik atau mungkin tak dikenal sama sekali oleh siapapun. Ia penuh kepalsuan dalam hidupnya, karena ia selalu tak ingin menjadi dirinya. Sosok tubuh yang bisa dibilang hampir sempurna dimilikinya, dan paras wajah yang mengguratkan semangat dan cahaya menjadikannya wanita yang istimewa di mata banyak orang. Gadis pintar, namun bodoh dalam hidup. Polosnya… kebodohannya… dan kebimbangannya, membuatnya terpuruk ke arah keterpurukkannya. Hingga akhirnya ia menjadi jalang, jalang yang semakin jalang hingga menjulang dalam talang.
Ia terjebak dalam hubungan yang tak diinginkannya. Ia berusaha membebaskan diri, namun tiada daya, karena dirinya semakin melemah seiring dengan apa yang telah dilaluinya. Saat ini… dialah Cantika. Cantika dalam topeng kaca.

Berawal dari sebuah makna dari hidup, berakhir pada sebuah harga diri.

Cantika memperkenalkan diri sebagai seorang LC (Ladies Companion) dalam kurun waktu keterpurukannya. Ia tak mampu bangkit, ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia terlalu bodoh dalam menjalani hidup. Ia terbelit kesulitan karena ulahnya sendiri. Ia terbelit kebingungan dengan topengnya sendiri. Ia terbelenggu dalam keintiman tiada makna. Rasa ingin bebas dari belenggu membuatnya tak lagi memiliki akal sehat.
Dalam keterpurukannya, ia melihat begitu banyak orang yang lebih terpuruk darinya. Namun tangisnya begitu besar, topengnya terlalu tebal merasuk hingga ke dalam syaraf wajahnya. Ia pun tak memiliki roman, ia tak memiliki pegangan, hanya dirinya yang direngkuh dalam kamar gelap yang hampa.
Keintiman dibuatnya untuk menghilangkan semua kosong yang ada. Keintiman dibuatnya sebagai pengganti daya yang semakin lama semakin menghilang. Keintiman dibuatnya menjadi kekuatan. Karena rasa terkucil tak pernah lepas dari dirinya. Ia belum dewasa… nyatanya ia buta. Cantika…Cantika… topeng kacamu membunuh dirimu yang lugu dan polos itu. Topeng kacamu telah membekukan hatimu. Topeng kacamu merubahmu menjadi kaca
Cantika… memiliki dunia dalam maya. Ia bentuk sedemikian rupa hingga ia merasa ada. Topeng kaca dibuatnya setebal mungkin. Kebohongan disebarkan pada semua orang, hingga ia pun tak mampu membedakan kepalsuannya dan kebenaran dirinya sendiri. Ia telah tenggelam dalam kolam kebohongan dan tak ada satupun yang mendengar teriakannya.
Berjalan di antara etalase-etalase mall, ia mencari dan menunggu seseorang yang memiliki hubungan intim dengannya. Kesalahan dalam hidup… pikirnya, jauh di lubuk hatinya ia terbelenggu. Tapi daya telah tiada, ia hanya mengikuti apa yang melayang-layang di kepalanya. Tak dilihatnya sedikitpun rupa orang itu. Ia dibebaskan dari bebannya sebagai LC hari itu oleh kekasih palsunya. Dalam mata pencarian, seseorang memperhatikannya dengan seksama. Melihatnya dengan buta. Mengikutinya dengan keingintahuan. Dan ia pun berkata, “ boleh kenalan?”
Cantika telah terbiasa dengan hal itu, namun entah mengapa ia merasa lain. Tuntutan dari nada ajakan itu sesara berlebihan baginya. Saat itu, ia tak peduli, ia terus menjadikan matanya sebagai pencarian. Kembali sosok itu mendekatinya dan menyapanya. Nada tuntutan pada intonasinya, membuat Cantika tak berdaya memberikan namanya. Sosok itu pun terus menghujaninya dengan pertanyaan dan ajakan. Cantika bicara dengan seadanya, tanpa rasa, tanpa peduli, selalu melayang, selayaknya ia sebelumnya. Hingga akhirnya, ia pun memberikan data dirinya. Sosok itu pun pergi, ketika mata Cantika tertuju pada sosok yang dicarinya. Ia tak berasa, ia tak peduli, yang diketahuinya hanya ia tak tahu apa yang harus dilakukannya.
Cantika…Cantika… topeng kaca dipergunakannya untuk membuat tipu daya. Senyuman bukan lagi senyuman baginya, namun sebuah pekerjaan. Ia tersenyum pada sosok yang dicarinya. Lelaki yang telah lama memiliki hubungan intim dengannya. Lelaki yang seringkali mengatakan kata-kata serapah yang enak didengar. Begitulah ia menyebutnya, kata-kata serapah, kata-kata cinta, yang berujung pada keintiman kepalsuan. Ia mengikuti arah lelaki itu menuju, keinginan berteriak dan pergi tak mampu lagi keluar dari lubuk hatinya. Ia menyesali penolakannya pada sosok yang berintonasi tuntutan padanya, namun hasilnya akan sama saja. Semua hanya berujung pada keintiman kepalsuan.
Pikirannya tak karuan, dipenuhi tanda tanya mengapa begini? Cantika ingin berlari dari hidupnya, ia tak ingin lagi mengenal keintiman, ia tak mau lagi bersosialisasi. Namun ia telah tertutup topeng kaca yang telah merasuk ke alam syaraf wajahnya. Hatinya pun membeku menjadi kaca.
Ia pulang ke tempat dimana ia sendiri, menyesali keberadaan dirinya sendiri. Keintiman itu semakin kasar padanya, semakin merobek dirinya. Cantika… tak lagi memiliki jati diri.
Hari selanjutnya akan menjadi hari yang lebih buruk baginya. Tanpa ia sadari, topengnya telah menguat. Ia kembali memenuhi panggilannya sebagai seorang LC. Ia duduk, menanti dan menebarkan senyum-senyum palsu. Kedinginan dalam hidupnya sendiri, untuk lari dari keintiman kepalsuan yang dijalaninya selama ini. Menjadi seorang LC merupakan jalan terbaik baginya, menghindarkannya dari keintiman-keintiman kepalsuan lainnya. Hanya cukup topeng kaca yang dipergunakannya. Lelaki berintonasi tuntutan terus memintanya untuk menemuinya. Ia pun meminta lelaki itu untuk datang ke tempat kerjanya. Menjadikan lelaki itu sebagai tamunya, merupakan misinya saat itu. Karena ia tahu, sang lelaki takkan bisa menuntut keintiman palsu darinya di tempat kerjanya. Namun ia tak jua datang. Cantika… sendiri… menanti seseorang yang tak diketahuinya entah siapa.
Seseorang pun memanggilnya, menjadikannya gadis bertopeng. Gadis bertopeng untuk menemani pria itu. Cantika pun kembali mempergunakan topeng kacanya. Ia berdiam diri… berbicara seadanya… memesan minuman… dan terus berusaha menolak keintiman yang ditawarkan sosok itu dengan halus. Ketika minuman diteguknya, sempat terdapat kejanggalan dalam rasanya. Ia merasakan panas di tubuhnya, yang ia tak tahu apa. Pria itu terus berusaha mengajaknya kepada keintiman palsu, namun Cantika bersikeras melawannya, mengarahkannya pada sesuatu yang menurutnya menarik dan membuat pria itu lupa akan keintiman yang diinginkannya dari Cantika. Mereka membicarakan persoalan tambang, produksi, dan Indonesia yang tak pernah adil. Mereka pun kini bernyanyi, dengan Cantika sebagai penyanyi utamanya. Ia senang, karena ia telah terhindar dari keintiman kepalsuan kali ini.
Hendi… lelaki dewasa dengan sosok tubuh sempurna di usianya. Terlihat gurat-gurat kedewasaan yang juga menunjukkan ketampanan wajahnya yang tegas. Namun di balik itu semua, misteri tersembunyi berada di baliknya. Ia menunggu gadis yang dituntutnya untuk ada saat itu. Di lorong-lorong karaoke hotel, ia mendudukkan dirinya di sofa bersama seorang wanita cantik, LC karaoke tersebut. Ia ditawarkan sejumlah LC cantik yang bertebaran disana, namun keinginannya bertuju pada wanita yang telah dituntut hatinya sebelumnya. Sesosok wanita keluar dari ruangan tepat di hadapannya. Wanita berpakaian terusan kuning jauh di atas paha dengan kulit yang putih bersih, wanita yang telah dituntut hatinya sebelumnya. Ia sedikit tidak mengenali wanita tersebut, namun wanita itu mengenalinya.
Mereka bertegur sapa, namun tampaknya wanita itu telah lelah. Ia lelah menyajikan topeng kaca untuk pria lain di dalam ruangan. Hingga wanita itu menawarkan dirinya untuk menemuin Hendi di tempatnya menginap. Hendi pun menyetujuinya, namun harapannya kian menipis pada wanita itu.
Cantika masih terkurung dalam topeng kacanya. Ia terus berusaha tersenyum. Walau nyatanya inginnya menangis. Saat itu, ia mulai melayang. Entah apa yang terjadi, ia merasa melayang. Di sudut hatinya, ia pun memikirkan lelaki yang baru saja dijanjikannya untuk bertemu. Baginya, lelaki itu hanya ingin keintiman kepalsuan darinya. Dan ia tak mau memberikannya. Namun ia telah berjanji, berjanji menemui lelaki itu di bilik kamar hotelnya. Penyesalan dan pertanyaan terus menghujaninya, termasuk alasan lelaki itu memilihnya. Ia berharap lelaki itu telah memilih wanita lain untuk sebuah keintiman palsu. Namun harapannya musnah, ketika lelaki itu mengangkat telepon darinya dan mengatakan ia telah menunggunya sedari tadi. Akhirnya dengan berat hati, ia putar balik taksi yang dinaikinya menuju lelaki yang penuh tuntutan padanya. Sesampainya di hotel, lelaki itu menunggunya. Andai lelaki yang mencintainya mampu menunggunya seperti itu, pikirannya sejenak melayang pada lelaki lain yang berada di kota lain. Namun itu pun hilang sesaat ketika ia menyadari satu hal, Lelaki penuntut itu memiliki paras yang sama dengan guru SD yang disukainya dulu.
Ia pun tersenyum, tersenyum karena mengingat guru SD nya. Kemudian ia kembali memasang topeng kacanya. Ia berharap ini semua segera berakhir. Ia berteriak pada dirinya sendiri. Namun kesadaran telah hilang dari dirinya. Diberikannya keintiman kepalsuan pada lelaki itu. Keintiman yang menurutnya hanya sebentar, namun menyiksa. Namun keintiman itu begitu lembut dirasakannya, sangat jauh berbeda dengan kekasaran yang diterimanya dari lelaki yang memiliki hubungan intim dengannya. Senyum yang berupa topeng kaca pun berubah menjadi senyum dalam dirinya sendiri. Ia merasakan sesuatu yang lain dari lelaki ini. Namun semua itu sirna, ketika lelaki itu berbicara seolah menginginkannya pergi dan memberikan sejumlah materi padanya. Ia merasa, hal yang selama ini dihindarkannya, telah terjadi dengan sendirinya. Dan dengan bodohnya, ia merasa spesial dan kini ia hanya sebagai wanita jalang yang dipungut lelaki itu di jalan.
Ahh…. Biarlah. Pikir Cantika, ia pun tak rugi, ia mendapatkan materi yang selama ini dikaisnya untuk lari dari keintiman kepalsuan, ia hanya terlalu bodoh, mengharap lebih dari lelaki yang baru saja ditemuinya. Ia pun menangis, karena merasa jalang. Ia pun teriris, karena dirina semakin jalang, topeng kacanya menebal, dan hatinya kian keras.
Hendi memandang wanita yang dituntutnya hanya wanita yang mirip dengan kekasihnya yang dulu dan sebagai pelampiasan dari semua yang terjadi pada rumah tangganya. Wanita itu kini telah ditidurinya, dan entah apa yang dipikirkannya. Ia hanya menganggap itu keintiman yang lebih namun wanita itu tidak berarti apapun di hatinya. Hendi yang masih memiliki hasrat akan wanita yang dituntutnya tersebut dan terus berusaha menghubungi wanita itu, walau wanita itu menanggapinya dengan nada yang tak tentu. Ia berbicara seperti layaknya manusia bersosialisasi.
Sedangkan Cantika, menganggap lelaki penuntut itu hanya segelintir lelaki yang memang menginginkan keintiman kepalsuan darinya. Dan ia berjanji, ia takkan pernah memberikannya lagi, dengan semua perasaan bersalah yang dirasakannya waktu itu. Cantika bekerja seperti biasa, ia pergi keluar kota, sepulang kegiatan belajarnya di kampus salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Namun ia tak tahu, bahwa hari itu akan menjadi hari terburuk baginya. Ia datang dengan harapan mendapat sesuatu yang lebih, namun pelecehan terjadi pada dirinya. Dan ia tak dapat berkata dan berbuat apapun. Ia hanya bisa menangis, merasakan perih yang seringkali dirasakannya dulu. Pelecehan yang dialaminya berkali-kali membuat topeng kacanya semakin tebal dan hatinya semakin beku. Sedangkan sikap LC lainnya membuatnya semakin berpikir, pelecehan itu biasa, namun bagaiman kita bisa memanfaatkan pelecehan itu atau memanfaatkan keintiman kepalsuan yang kita miliki. Hati Cantika semakin beku, tak mampu merasa dan tak mampu meraba. Pikirannya mulai dipenuhi pikiran yang mungkin sejalan dengan pikiran LC lainnya, namun ia tetap tak mampu merealisasikannya.
Cantika…Cantika… Ia memiliki hidup yang berbeda dalam dunia yang jauh berbeda pula. Ia memiliki lelaki yang disebutnya kekasih, namun sang kekasih… selalu menganggapnya bodoh. Mengelu-elukannya sebagai wanita bodoh dan seolah lebih berarti jika diam. Kekasih yang sempat dicintainya dan dimanjakannya namun menjadikannya tempat untuk bergantung, hingga kaki Cantika goyah dan mencari pegangan lain untuk tetap berdiri. Ia telah terbelenggu pada hubungannya dengan kekasihnya, karena ia berbuat terlalu jauh di zona amannya, dan ia terlalu lelah untuk membuat hubungan yang juga harus diawalinya dengan kebohongan akan hidupnya. Ia lelah berbohong.
Cantika telah hancur sehancur-hancurnya wanita, yang dimilikinya hanya dirinya sendiri yang diusahakan dapat bertahan pada zona amannya, yakni kuliah yang kelak akan dijadikannya sebagai tumpuan hidupnya dan adik-adiknya. Dan mungkin dijadikan alat untuk membalaskan semua kesakitan yang diperolehnya dari berbagai hal sedari dulu. Cantika yang polos dan manis, kini menjadi Cantika yang palsu dan penuh dendam. Tak ada hal yang dinikmatinya saat itu. Ia membentuk dirinya untuk berusaha menikmati keintiman palsu yang seringkali membuat dirinya terpuruk dalam kesendirian dan kepedihan. Tiada seorang pun yang tahu, karena selubung topengnya menjalar hingga tubuhnya.
Cantika terus berkelakar di dalam maya, menjadi seseorang yang dikenal dengan pencinta keintiman palsu. Ia senang berada disana, karena dalam maya, ia dapat membenarkan dirinya sendiri atas apa yang telah dilakukannya. Ia dapat merasakan bahwa yang dilakukannya itu benar-benar dinikmatinya. Cantika dalam nyata tak begitu, ia begitu terkungkung dalam kelakarnya, ia begitu ingin matinya, ia berada dalam jeruji besi jauh di lubuk hati Cantika. Cantika pun memiliki dua dunia, dunia topengnya dan dunia hatinya. Keduanya begitu bertolak belakangnya, menanti siapa yang menang dan siapa yang kalah. Saat-saat tertentu, dalam maya ia kuak hatinya, namun kemudian ia menyesal, karena tiada maya yang mengertinya. Ia tetap berada dalam topengnya, menciptakan berbagai kepalsuan dirinya. Keintiman kepalsuan yang telah dilakukannya, dijadikan kekuatan untuknya dalam maya. Walau keintiman itu selalu menyakiti hati Cantika yang kian melemah dan hampir mati.
Hendi merasakan kenikmatan yang sangat saat ia melakukan keintiman kepalsuan dengan wanita yang dituntutnya, dan ia menginginkannya lagi. Ia tak dapat menahan dirinya. Wanita tersebut begitu misterius dan begitu menyenangkannya. Hingga suatu hari ia pun berada dalam waktu dan tempat yang tepat untuk bertemu dnegan wanita itu lagi. Wanita yang dituntutnya menyetujui ketika ia mengajaknya bertemu dengannya kembali. Ia terus menunggu dalam kebosanan dan ketidaksabaran untuk kembali bertemu dengan wanita itu. Sesaat ketika wanita itu mengirim pesan kepadanya bahwa wanita tersebut akan mempergunakan pakaian yang tidak biasa, ia merasa senang. Namun, waktu telah menunjukkan pukul 2 dini hari, ketika wanita itu tiba di hotel tempat Hendi menginap. Ia datang dengan pakaian yang biasa dipakainya ketika bekerja. Itu pun tak masalah baginya. Ia mengganteng lengan wanita itu, wanita itu pun tersenyum dnegan manisnya dan menyambut tangan Hendi dengan sangat manja.
Cantika datang dengan keterpaksaan pada janjinya. Janjinya pada lelaki yang menuntutnya waktu itu. Ia kembali pada situasi saat itu, situasi iba pada lelaki itu karena telah menunggunya begitu lama. Namun ia pun ingin kembali merasakan kelembutan lelaki itu sesaat dalam keintiman palsunya. Keintiman yang ditawarkan lelaki itu begitu berbeda. Tanpa disadari, ia pun merindukannya. Ia melihat lelaki itu, dan hatinya melembut. Ia kembali melakukan keintiman palsu dengan lelaki yang menuntutnya itu. Keintiman palsu itu begitu dinikmatinya, tanpa topeng dan tanpa kepalsuan. Namun ia kembali kecewa, ketika lelaki itu tak mau tidur berdekatan dengannya. Ia merasa jijik pada dirinya sendiri. Ia merasa lelaki itu memang hanya menginkan keintiman palsu darinya. Bodohnya dirinya yang telah memberitahukan siapa dirinya sebenarnya, yang memasukkan lelaki itu dalam dunia nyatanya, dalam dirinya yang sebenarnya penuh luka. Ia pun kembali terluka, ketika lelaki itu kembali memberinya materi. Dan kini ia hanya wanita jalang yang tak patut dicintai. Pikirannya semakin kalut, dicarinya pelarian yang tiada tempat berlari di dalamnya.
Hendi kembali menikmati keintiman yang diberikan wanita itu padanya. Ia mulai mencintai wanita itu, namun ia merasa tak dapat mengimbangi wanita itu dalam keintiman. Ia melihat wanita itu sebagai wanita yang dapat dicintainya, karena ia mulai mengetahui smeua tentang wanita itu dan ia ingin mengetahui lebih lagi untuk memastikan pilihannya tak salah. Ia mulai melupakan wanita lain yang pernah ada di pelukannya.
Cantika…Cantika… Ia begitu merasa hina, dua kali bertemu dnegan lelaki yang menuntutnya, ia merasa hina. Ia merasa hina, karena sikap pria itu dan ia merasa hina karena ia menikmati keintiman palsunya. Ia merasa hina karena topengnya mulai terbuka. Ia merasa bodoh dan ketakutan pada dirinya sendiri. Ia tak ingin bertemu dengan lelaki yang menuntutnya lagi. Karena ia merasakan sesuatu yang lain dari biasanya… sesuatu yang berujung pada kata-kata serapah, yakni kata-kata cinta. Ia merasakan menjadi kepala dan kaki lelaki itu dalam waktu yang bersamaan dan ia benci akan perasaan itu.
Cantika kembali pada topeng kacanya, namun keintiman kepalsuan mulai ditingalkannya. Ia inging meninggalkan keintiman kepalsuan itu, ia terus menghindari lelaki yang memiliki hubungan intim dengannya. Ia pun mencoba lari dari kenyataan bahwa ia adalah wanita jalang. Ia hidup dalam maya sebagai wanita jalang. Karena, lelaki yang memiliki hubungan intim dengannya dulu pun kembali, mencoba mendapatkan keintiman itu kembali. Ia berusaha menghindarinya, namun ia seolah tak berusaha, namun sebisa mungkin tak dilakukannya keintiman itu. Ia berada dalam kebimbangan yang sangat ketika lelaki penuntutnya kembali datang, ia ingin bertemu dengannya, namun ia takut merasa jalang kembali. Ia tak ingin berada dalam perasaan yang tak tentu. Ia ingin merasa berharga ataupun jalang sepenuhnya. Tiada yang memaksanya, namun kekasihnya telah membuatnya begitu kecewa hingga ia memutuskan untuk membiarkan dirinya merasa jalang bersama dnegan lelaki penuntutnya, dan ia pun senang karena saat itu ia sedang tidak bisa melakukan keintiman kepalsuan. Ia temui lelaki itu di tempatnya menginap. Lelaki itu pun menjemputnya dengan wajah yang berseri. Entah apa arti wajahnya itu, namun Cantika hanya memandang lelaki itu sebagai lelaki yang memperlakukannya dengan lembut. Ia mengikuti lelaki itu ke kamarnya, sesampainya di dalam kamar, mereka pun berciuman, bersiap melakukan keintiman palsu selanjutnya, namun Cantika dengan segera mengatakan bahwa ia sedang tidak bisa. Cantika ingin mengetahui sejauh mana kelembutan lelaki itu, dengan mengatakan ia sedang merah dan menanyakan apakah lelaki itu tidak keberatan. Lelaki itu pun menyetujuinya. Ia menyetujui keintiman dalam darah. Keintiman yang sebenarnya tidak diinginkan Cantika. Lagi-lagi Cantika kecewa. Lelaki itu memang hanya menginginkan keintiman kepalsuan. Dan bodohnya Cantika tetap mengikuti keinginan lelaki itu. Kembali Cantika merasa jalang… terlebih ia merasa sundal.
Namun lelaki itu kembali memperlakukan Cantika selayaknya seorang wanita, dengan mengajak Cantika melakukan aktifitas lain sleian keintiman. Dan ia mengikuti keinginan Cantika begitu saja. Dua sisi berbeda mulai timbul di hati Cantika. Satu sisi ia kecewa dalam keintiman palsu yang diberikan lelaki itu, di sisi lain ia senang karena setidaknya lelaki itu masih menganggapnya sebagai seorang wanita.
Cinta Hendi semakin tumbuh pada wanita yang dituntutnya, ia mulai melihat wanita itu sebagai wanitanya. Hingga merasa tidak jijik untuk melakukan keintiman dalam darah dnegan wanita tersebut. Ia ingin membuat senang wanita itu. Ia tidak hanya menginginkan keintiman dari wanita itu.
Cantika…Cantika… ia kembali pada kehidupannya yang sundal yang telah disundali banyak orang. Pelariannya tiada arti. Ia menyesal telah dilahirkan, ia menyesal dalam hidupnya. Ia tiba di suatu titik dimana ia tak tahan lagi dnegan kekasihnya dan sulit baginya untuk berhubungan dnegan lelaki yang memiliki hubungan intim dnegannya. Karena ia begitu sakitnya, jarum2 keluar dari balik topeng kacanya, nyatanya ia tersakiti dari dalam dirinya sendiri. Ia berinisiatif untuk menemui seseorang yang dianggapnya bisa membuatnya tenang dan menyadarkannya. Sedangkan si lelaki peuntut terus menghubunginya seolah menginginkan lebih darinya. Cantika tak tahu apa yang diperbuatnya, ia bercerita sepolos dirinya yang ingin pergi menemui seseorang yang dianggapnya bisa membuatnya tenang.
Dalam suatu kesempatan, Cantika pun menerima fasilitasi dari si lelaki penuntut. Walau sebenarnya berat baginya, karena ia tahu, jika ia menerima hal itu, ia harus memberikan kembali keintiman palsu yang sebenarnya tak diinginkannya. Namun lagi-lagi sekelebat keinginan mendapatkan kelembutan dlaam keintiman membuat Cantika tak berdaya. Ia pun pergi, menemui seseorang yang dikaguminya itu, menganggap masalah akan terseleaikan dengan mendengarkan apa yang bisa diberikan oleh orang tersebut. Nyatanya, Cantika terjebak, ia terkunci, karena orang tersebut bahkan smaa sekali tak bisa mendengarnya bicara, ia sedang terjatuh dalam jurang yang tak pernah dijatuhinya sebelumnya. Cantika pun hanya mengiba, mencoba menghibur orang itu, berharap orang itu kembali menjadi seseorang lain yang dikaguminya dulu. Namun orang itu tetap begitu, bahkan lebih buruk. Ia meminta keintiman palsu dari Cantika yang mungkin dianggapnya dapat menghilangkan penatnya. Cantika tak ingin menjatuhkan orang yang dikaguminya, ia ingin tetap memiliki orang yang dikagumi dan dianggapnya menghargainya.
Hendi kembali menanti wanita yang dituntutnya, ia menanti dengan penuh kesabaran, walau ia tahu bahwa wanita itu sedang bersama dengan lelaki lain di kamar yang sengaja dipesannya untuk wanita itu. Rasa cintanya kian besar pada wanita itu, namun tanpa disadarinya ia tenggelam dalam dirinya.
Cantika semakin terjatuh dalam jurang keterpurukan, namun ia senang karena saat itu ia dapat menolong dirinya sendiri dari kejalangannya. Dan di hadapannya, terdapat kejalangan lain yang akan menimpanya. Ia kembali menemui lelaki penuntutnya, ia kembali harus melakukan keintiman palsu. Ia begitu menikmati keintiman bersama lelaki itu, namun itu kembali sirna ketika lelaki itu mengatakan bahwa Cantika menyerupai cintanya yang dulu. “Ah.. setidaknya itu tidak terlalu jalang, karena lelaki ini tetap bercinta denganku karena cinta, walau cintanya bukan untukku tetapi wanita yang tak dapat dimilikinya” pikir Cantika. Ia mulai menghilangkan perasaan jalangnya, ia menginginkan lelaki itu merasa nyaman dan memberikan cinta yang mungkin tak pernah diberikan wanita yang menyerupainya dulu. Cantika pun mulai menyayangi lelaki penuntutnya. Ia senang bersama lelaki itu, menikmati hari seolah mereka sepasang kekasih, tak hanya keintiman palsu, namun keintiman yang seperti yang sebenarnya.
Saat ia harus melepas keintiman itu tiba, dan ia harus kembali pada orang yang dikaguminya yang kini sedang terpuruk. Kini ia mencoba membangkitkan orang itu. Ia pun senang bersamanya, senang mendengarkan lelaki itu bercerita tentang cintanya, walau terdapat bagian hati Cantika yang merasa cemburu. Ia cemburu karena ia pun ingin dicintai seseorang seperti orang yang dikaguminya mencintai cintanya. Dan ia terus berusaha menghilangkan itu semua, ia menyadari siapa dan apa dirinya dan sejauh mana ia dapat mendapatkan cinta. Ia tak mau bermimpi tentang cinta.
Dalam satu kondisi, orang yang dikaguminya terlihat begitu lemah dan kemabli mengarahkan Cantika pada keintiman palsu. Ia menuntut Cantika untuk memberikannya keintiman palsu itu. Cantika bersikeras untuk tidak embuat ornag yang dikaguminya terjatuh lebih, ia pun tak ingin merasa lebih jalang dari saat ini. Namun apa daya, Cantika telah terjebak dalam perasannya sendiri, entah iba, kagum atau sayang. Orang itu terus menuntutnya terus mendorongnya hingga tiba pada kata-kata yang membuat Cantika terdiam dan hanya bisa menerima nasibnya sebagai wanita jalang pemberi keintiman palsu.
Cantika kecewa, ia menangis, dan orang itu hanya terdiam. Cantika merasa sangat jalang, leih jalang dari biasanya…. Hampir mencapai kesundalan yang tak dapat ditolerirnya. Ia tak mampu lagi berkata. Karena ini bukan pertama kalinya terjadi, ia pun pernah mengagumi seseorang lain yang akhirnya menuntut keintiman palsu darinya juga. Ia hanya terdiam, karena kata-kata telah tertelan perasaan sakitnya yang semakin menjadi. Topeng itu… kian menjalar… Cantika terus menggunakan topeng kaca. Ia mencari cara mengatasi kejalangannya itu. Seseorang yang dikaguminya menawarkan janji seumur hidup padanya. Ada dua sisi pula yang dirasakan Cantika. Satu sisi, ia merasakan senang karena tiada yang pernah mengajaknya berjanji seumur hidup setelah mengetahui siapa dirinya. Ia pun sempat menginginkan orang itu. Namun di sisi lain, ia tak mampu, karena ia tahu, ornag itu hanya merasa bersalah, ornag itu begitu mencintai kekasihnya yang dulu. Cantika tak mampu membuat janji seumur hidup dnegan ornag yang tak mencintainya. Walau lelaki itu mengatakan, ia bersedia mengorbankan dirinya untuk membuat Cantika kembali pada hatinya yang sebenarnya. Cantika pun berpikir, sikap lelaki itu tak seperti itu, itu hanya elakan, dan ia tak tahu harus berbuat apa. Ia kembali teringat pada kekasihnya yang dianggapnya tak mencintainya dengan segala cemoohan yang diberikan olehnya dnegan segala hal yang telah dilakukan lelaki itu dengan menghisap darah Cantika, hingga Cantika melemah dan menjadi jalang.
Cantika kembali mencoba mengatasi semuanya dnegan topeng kacanya. Ia kebingungan akan apa yang harus diperbuatnya, kebingungan hatinya dan keinginan dirinya. Akhirnya diuangkapkannya pada lelaki penuntut. Lelaki penuntut yang menghabiskan malam bersamanya yang juga diberikannya keintiman yang menyerupai keintiman sebenarnya.
Hendi termenung ketika mendengar perkataan wanita yang dituntutnya, ia kecewa, ia tersakiti, namun ia tak beraya karena rupanya wanita itu tak mencintainya. Ia terjebak pada keintiman palsu yang diberikan wanita itu padanya. Ia menyesali pertemuan pertamanya dnegan wanita itu. Namun semua telah terjadi dan biarlah ia menjadi pendengar yang baik bagi wanita itu.
Cantika kembali pada dunia dalam topeng kacanya, namun ia tak lagi berprofesi sebagai LC sejak pelecehan yang diterimanya saat itu. Ia kembali pada kehidupannya, dalam maya ataupun dalam nyata. Hubungannya dengan lelaki penuntut kian erat, walau ia tahu bahwa lelaki penuntut itu hanya menganggapnya sebagai pelampiasan dari wanita yang dicintainya dahulu. Hubungannya dengan lelaki yang berhubungan intim dengannya pun kian renggang, begitupun lelaki yang pernah berhubungan intim dengannya. Sedangkan kekasihnya, ia berusaha membuat keadaan dimana ia tak lagi merasa terhisap.
Cantika masih dalam keadaan terpuruk, ia belum menemukan alasan mengapa ia harus hidup. Ia mengesampingkan kehidupan nyatanya, seolah ia hanya hidup dalam maya. Ia berusaha sebisa mungkin membuat semua orang dalam maya bahwa ia menikmati semua yang telah dilakukannya. Ia pun bertanya pada maya mengenai seseorang yang pernah dikaguminya yang dijerumuskannya pada kentiman palsu. Ia berhubungan dengan pesan-pesan singkat ataupun gelombang suara dengan pria itu. Ia mencoba menjalaninya, sehingga hubungan intim lainnya pun terlupakan dan terabaikan. Karena ia pernah berprinsip, jikalau ada seseorang ang dapat menerima kesundalannya dan menginginkan janji seumur hidup dengannya, juga mencintainya seumur hidupnya, ia akan menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu. Keraguan yang timbul pada orang yang pernah dikaguminya itu adalah, ia tak mencintai Cantika. Sedangkan kekasihnya, ia tak mengetahui apapun, Cantika pun tak merasa dicintai dnegan sangat oleh kekasihnya.
Perhatian Cantika mulai teralihkan pada lelaki yang menuntutnya. Ia semakin sering menghubungi Cantika. Hingga masa dimana Cantika ingin mengnjungi tempat dimana tiada suara lain selain suara ombak yang didengarnya. Lelaki itu pun berusaha membuat keinginan Cantika menjadi nyata. Cantika dan lelaki itu merencanakan semuanya dengan baik. Ia senang, karena bersama lelaki itu ia merasakan kelembutan dalam keintiman, dia merasakan keintiman yang menyerupai keintiman sebenarnya.
Hendi merasa sangat senang dengan sambutan wanita yang dituntutnya. Walau ia tak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan wanita itu dan seperti apa wanita itu sebenarnya. Ia menunggu wanita itu di balik jeruji stasiun di kotanya. Terlihat dari jauh seorang wanita yang mulai dicintainya. Wantia itu berjalan dengan baik hingga menggapai tangannya dan menggandeng lengannya, menunjukkan kemanjaannya. Wanita itu sempat memintana untuk membelikan sesuatu yang dibutuhkannya untuk mengetes kehamilannya, karena keintiman yang terjadi antara wanita itu dengan orang lain memungkinkan kehamilan pada wanita itu. Ia pun membelikan alat itu tanpa ragu, walau hatinya merasa tersakiti.
Cantika berjalan menuju lengan lelaki yang menuntutnya. Ia berharap dapat melupakan semua masalahnya dengan semua orang di sekitarnya, ia bahkan merasa tak ingin lai kembali pada kehidupannya. Baginya, tak masalah jika ia harus bersama dengan pria yang mencintainya sebagai ornag yang menyerupainya. Ia merasa sangat nyaman dnegan pria itu. Mereka pun menjalani hari-hari di luar kota dengan kemesraan yang sangat. Cantika merasa tersanjung dengan lelkai penuntutnya namun ia kembali pada titik nol, ketika mengingatkan pada dirinya bahwa lelaki itu telah memiliki wanita seumur hidupnya dan bersikap seperti itu karena dirinya menyerupai wanita yang dicintainya dulu. Berkali-kali dikatakannya pada dirinya sendiri untuk tidak jatuh cinta pada lelaki itu, berkali-kali pula ia menceritakan semua pria yang menurutnya mencintainya. Ia ingin membuat lelaki itu sadar siapa dirinya sebenarnya, dan ia berharap lelaki itu menarik kata-katanya setelah mengetahui siapa dirinya sebenarnya. Dan ia pun tahu bahwa cinta itu palsu, bahwa cinta itu hanya serapah yang diberikan padanya karena keintiman palsu yang diberikannya. Namun ia tiba di titik dimana pertahanannya telah hancur, serapah telah merasuk di dirinya. Ia mulai mencintai lelaki penuntut itu. Ia pun mempergunakan topeng kacanya untuk menutupi kebusukannya dalam maya pada lelaki itu. Ia ingin lelaki itu mencintainya.
Hendi… tercengang akan sepak terjang wanita yang dituntutnya. Ia tak mengerti wanita itu. Ia mulai menganggap miring wanita itu. Namun cintanya telah tumbuh dan rasa tak dapat lagi dihindarkan. Ia hanya bisa mencari tahu kebenaran akan wanita yang ada di sampingnya saat ini. Wanita yang memberikannya kenikmatan dalam keintiman. Wanita yang dengan mudahnya menceritakan keintimannya bersama lelaki lain. Di sisi lain, ia menyesal, mengapa ia baru bertemu dnegan wanita itu kemarin-kemarin. Hendi tak ingin dianggap sebagi pria yang hanya menginginkan keintiman palsu oleh wanita itu. Ia telah mengorbankan banyak hal untuk wanita itu yang menurut wanita itu, itu bukan apa-apa. Ia mulai merasa bahwa wanita itu bertopeng, namun rasa cintanya telah besar. Ia terus berusaha meyakinkan wanita itu bahwa ia mencintai wanita itu karena wanita itu bukan karena kekasihnya dulu. Di sisi lain, ia merasa wanita tersebut pun tak memiliki hati dengan menceritakan semua keintimannya dengan lelaki lain padanya. Pikirannya kalut. Namun cinta itu pun tak dapat dibendungnya lagi.
Dalam perpisahan, wanita itu sempat berkata pada Hendi untuk tidak mempermainkannya. Untuk melupakan hubungan mereka, karena wanita itu tak ingin membuat rumah tangga Hendi hancur.
Sedang Cantika, pun mengatakan bahwa ia tak ingin menjadi penghalang dalam janji seumur hidup lelaki itu dengan istrinya. Ia terlalu takut untuk mencintai pria yang telah memiliki keluarga. Ia takut tertipu. Ia pun tak mau memulai untuk mencinta dan juga tak mau menambah daftar orang yang berhubungan intim dengannya, karena ia telah muak dengan semua itu. Ia pun ingin mengakhiri hubungan dengan orang yang sedang berhubungan intim dengannya. Ia merasa tersakiti karena ternyata ia mulai mencintai lelaki itu setuhnya, ia menginginkan dirinya memiliki lelaki itu. Ia sungguh tak ingin serapah itu muncul kembali di hidupnya.
Ia kembali pada kehidupannya… masih dalam maya ia berkata bahwa ia senang dengan keadaannnya. Namun hatinya teriris… ia terus merasa sundal dan jalang, terutama setelah ia menyadari bahwa dirinya telah mencintai dan menginginkan pria beristri. Ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan menanggapi lelaki yang sedang berhubungan intim dengannya. Ia berkecimpung dalam keintiman kepalsuan dan ia tak tahu bagaimana cara keluar dari itu semua.
Hendi semakin mencintai wanita yang dituntutnya, ia membuat dirinya tenggelam dalam lautan asmara yang dibuatnya. Namun ia tersakiti oleh racun yang ditebarnya sendiri. Karena ia tak mengetahui bagaimana wanita itu sebenarnya. Hendi begitu erat memeluk wanita itu, hingga terkadang ia ikut tersedak dalam pelukan yang diberikannya. Wanita itu begitu polos, namun tubuhnya penuh duri. Berkali-kali Hendi tertusuk duri itu. Namun ia tetap bertahan hingga rasa cinta itu melebihi apapun di dalam hidupnya. Hidupnya berubah seketika, kebiasaan berubah seketika, ia menjadi orang lain. Ia menjadi seseorang yang menyesuaikan diri dengan wanita yang dituntutnya. Dan ia pun menuntut wanita itu untuk mencintainya seperti dirinya mencinta.
Cantika…Cantika… Ia tak menyadari semua hal dalam dirinya itu kosong. Ia semakin terbuai dengan kata-kata serapah lelaki yang menuntutnya. Cantika telah terjebak, ia tak bisa lari lagi, namun ia tak menyadarinya, ia masih berusaha lari dari kenyataan bahwa dirinya telah jatuh cinta. Ia masih berusaha menjalani hidupnya seperti dulu.
Cantika menyediakan waktunya untuk lelaki yang menuntutnya, ia berusaha sebisa mungkin membuat dirinya kosong, tanpa kekasihnya dan lelaki yang berhubungan intim dengannya, karena lelaki yang menuntutnya itulah kekasihnya. Walau pada nyatanya lelaki itu telah dimiliki wanita lain. Saat Cantika menyadari hal itu, ia kembali pada dirinya sebelumnya, dirinya bersama topeng kacanya. Topeng Kaca pun mulai dibuatkannya pada lelaki yang menuntutnya. Ia membuat lelaki itu percaya bahwa lelaki itulah satu-satunya, sama seperti lelaki itu membuat Cantika percaya bahwa ia benar-benar mencintai Cantika. Namun topeng kaca yang dibentuk Cantika kali ini lain dari biasanya, ia membuat Topeng Kaca pada hatinya, ia berusaha menutupi dirinya, menutupi hatinya, bukan hanya wajahnya. Ia berusaha melindungi diri dengan ingin dicintai dan tak ingin mencintai.
Hendi menyediakan waktunya untuk wanita yang dituntutnya. Mereka bertemu dalm kondisi yang sangat manis. Ia membelikan wanita itu bunga dan membuat kamar hotel begitu romantis dan harum. Ia menanti dalam waktu lama, menanti wanita yang kini dicintainya. Namun karena suatu hal, ia harus menjemput wanita itu di kota lain. Ia pun bersedia melakukannya. Dari kejauhan ia melihat wanita yang dituntutnya. Wanita itu terlihat lelah, namun ia masih tersenyum. Betapa Hendi mencintai wanita itu.
Cantika..Cantika.. berkorban untuk lelaki yang menuntutnya, lelaki yang ia sendiri tak yakin apakah lelaki itu benar-benar mencintainya. Lelaki yang menurutnya mungkin hanya ingin merasakan keintiman yang hampir seperti keintiman sebenarnya. Lelaki yang telah ia cintai dalam keterpaksaan, karena ganjalan mengenai lelaki itu terlalu banyak. Cantika menyediakan lilin untuk membuat suasana dengan lelaki itu menjadi semakin romantis. Ia pun kembali melakukan keintiman, keintiman yang muncul dari lubuk hatinya. Ia berharap mendapatkan keintiman ini selamanya, namun ia tahu, itu tak mungkin. Lelaki ini pun telah membagi keintimannya dengan wanita yang telah berjanji sehidup semati dengannya. Itu membuat Cantika terluka, ia kembali memikirkan cintanya, ia kembali menarik cintanya. Itu membuatnya berpikir untuk lebik baik hanya memiliki keintiman palsu.
Hendi membuat keintiman dengan penuh cinta dengan wanita yang dituntutnya. Ia menjadikan wanita itu begitu istimewa. Namun ia tahu, bahwa wanita itu tak sepenuhnya miliknya. Ia menginginkan wanita itu menjadi milikinya seutuhnya, namun entah apa yang dipikirkan wanita itu, hingga terus membagi kemesraan dengan lelaki lain. Saat itu Hendi merasakan layaknya sepasang kekasih yang sedang berbulan madu. Namun seiring waktu yang berlalu, ia tahu, bahwa itu semua fana.
Cantika… Cantika… terus berkecimpung dalam kebingungan. Ia mencintai lelaki yang dituntutnya, namun ia terus meragukan lelaki itu. Karena lelaki itu menyimpan semua tentang dirinya sendiri dan seolah menutup dirinya mendirikan sebuah selaput di balik cintanya. Cantika pun memutuskan bahwa dirinya tak dapat mempercayai lelaki itu. Ia pun kembali memakai topeng kacanya. Topeng kaca yang dibuatnya untuk menutupi dirinya sebenarnya. Walau dalam suatu kondisi Cantika sangat merasa tersanjung dengan hal yang dilakukan lelaki itu untuknya.
Cantika terus berkecimpung dalam mayanya, menciptakan keintiman dan kebahagiaan palsu. Ia selalu merasa ada sesuatu yang salah, dan semuanya salah. Salah karena dirinya yang jalang dan sundal. Salah karena ia merasa tak pernah hidup dan ia pun tak ingin hidup. Topeng kaca yang dibuatnya begitu tebal hingga merengkuh hatinya. Topeng itu pun menutupi hati Cantika yang sebenarnya, dan ia suka tertipu, ia menyukai kepalsuan dan kebohongan.
Hendi pun mulai mengetahui seperti apa wanita yang dihadapinya saat ini. Di sudut hatinya ia menyesal telah memilih wanita itu sebagai wanita yang dicintainya. Di sisi lain ia ingin mengetahui semua alasan wanita itu hidup dengan caranya. Ia tak bisa menerima kenyataan bahwa wanita yang dicintainya jalang dan sundal. Ia menginginkan alasan yang logis mengenai tindakan yang diambil wanita itu. Ia merasa dikhianati, ia merasa ditipu, dan ia merasa disakiti, namun wanita itu tetap dicintainya.
Cantika…Cantika… Ia tak lagi bisa membuka mata hatinya. Ia telah mencap dirinya jalang dan sundal dan hanya pantas di tempat wanita jalang dan sundal. Setelah ketertutupan yang diberikan oleh lelaki yang dituntutnya, ia menyadari bahwa lelaki itu tetap saja menganggapnya jalang dan sundal. Cantika memiliki kelainan jiwa, ia mulai gila, tidak ada satu pun alasan yang dapat dikemukakannya atas apa yang dilakukannya. Karena ia tak bisa lagi membedakan alasan - alasan itu. Dalam keadaan tertekan, ia hanya menjawab pada dirinya sendiri bahwa dirinya tiada, dan ia tetap tiada. Ia ingin melebihi kejalangannya saat itu, namun ia tak mampu. Ia ingin menghancurkan dirinya sendiri yang dibencinya. Ia tenggelam dalam rasa bersalahnya dan caranya menghilangkan hal itu dalam keintiman palsunya. Catika pun terjebak dalam keintiman palsunya, walau saat ini keintiman itu tak lagi dpat dilakukannya karena hatinya ternyata mulai memberontak dnegan smeua yang dilakukannya. Ia lebih menikmati keintiman yang menyerupai keintiman sebenarnya bersama dnegan lelaki penuntutnya. Untuk itu, ia harus mencari cara agar terbebas dari hubungan intim yang pernah dibuatnya dulu, dan ia bertanggung jawab atas semua itu.
Hendi terus menelusuri seluk beluk wanita yang dituntutnya yang kini semakin dicintainya dan hasilnya semakin mengecewakannya. Bagaikan burung gagak yang setiap kali bersiul di jendela hatinya. Ia menahan itu. Dan ia mulai menyadari bahwa keintiman yang diberika wanita itu adalah keintiman palsu. Dan ia tak bisa menolak, ia tak bisa mengelak bahwa ia pun menikmati keintiman palsu yang diberikan wanita itu. Ia ingin merubah waktu, ingin mengerti, dan ingin menaungi wanita itu, namun rupanya wanita itu terus berkelakar. Wanita itu tak ingin diganggu. Wanita itu menikmati hidupnya sebagai wanita jalang dan sundal. Tanpa disadarinya, Hendi sendirilah yang membuat wanita itu jalang dan sundal.
Cantika…Cantika…Ia mulai menyadari dirinya salah, ia memang jalang tapi tidak sundal. Namun keberadaan lelaki penuntut itu membuatnya merasa sundal. Ia pun merasakan bahwa lelaki itu mulai mengusik hidupnya, lelaki itu mencoba untuk membuka topeng kacanya Ia tahu, ia malu, karena ia terlalu lemah untuk membuka topeng kacanya. Cantika, Cantik yang tidak pernah benar-benar bahagia. Senyumnya…tawanya… kemesraannya, semua itu palsu. Ia sendiri tak dapat membedakan kapan ia benar-benar bahagia dan kapan itu palsu. Baginya kebahagiaan hanyalah semu bagi wanita jalang sepertinya. Ia hanya mencoba menikmati apa yang dimilikinya sekarang karena ia tahu bahwa belum tentu yang dimilikinya sekarnag akan bertahan selamanya.
Ia terjebak oleh lelaki penuntutnya. Ia mencintainya melebihi yang diharapkannya. Topeng kacanya sebagian telah pecah. Namun itulah yang membuat dirinya tak bisa menunjukkan sejalang apa diirnya pada lelaki itu. Ia terlalu takut, ia takut dijalangi dan ia takut disundali. Rasa jalang dan sundal terus menghantuinya ketika ia memberi lelaki itu keintiman sebenarnya. Dan setelah lelaki itu jauh darinya, ia tak mampu mengusir pikirannya bahwa suatu hari lelaki itu pun kan meninggalkannya, setelah bosan dengannya, setelah keintimannya tak lagi mengasyikkan. Dan ia merasa takkan mendapatkan apapun saat hal itu terjadi. Ia pun terus terjebak dalam keintiman palsunya. Begitu bimbang dalam pikirannya hingga tiada satu pun yang dapat dipikirkannya, ia lakukan hal yang menurutnya menghilangkan penatnya saat itu.
Hendi terus meyakini dirinya sendiri bahwa wanita itu tak jalang dan berkali-kali ia mengetahui hal itu. Namun sikap wnaita itu mebuatnya berpikir dua kali dan akhirnya mengambil kesimpulan bahwa wanita itu jalang dan sundal. Ia berusaha mencari cara untuk melupakan wanita itu perlahan. Ia telah berusaha memberikan wanita itu beberapa kesempatan, namun wnaita itu menyia-nyiakannya. Itu membuat keraguannya berlebihan hingga ia tak mampu lagi menahan smeuanya. Ia pun emmutuskan untuk meninggalkan wanita itu perlahan.
Cantika…Cantika… terjebak dalam cinta yang dipandangnya palsu. Ia terjebak dlama serapah yang dibencinya. Ia lupakan kekasihnya dan yang behubungan intim dengannya demi seorang lelaki penuntut. Namun sringkali dalam gamang ia temukan bahwa lelaki itu pun sama dengan lelaki yang berhubungn intim dnegannya. Tali yang menghubungkannya dnegan maya yang sempat diputusnya kembali disambungnya. Ia melihat gelagat bahwa lelaki penuntut akan pergi meninggalkannya. Dan ia harus bersiap untuk itu. Lelaki penuntut itu akan kembali pada wanita yang telah berjanji seumur hidup dnegannya. Karena hubungan lelaki itu dengan wanitanya jauh lebih kuat dibandingkan dengannya yang hanya berdasarkan keintimin beberapa malam. Lelaki itu menunjukkan kemarahan besar dalam sikap Cantika, dan Cantika tak mengerti. Karena ia ingin menganggap lelaki itupun hanya menginginkan keintiman kepalsuan darinya, walau nyatanya ia memberika keintiman sebenarnya pada lelaki itu. Keintiman yang membuatnya terluka setiap kali ia menyadari posisinya. Lelaki itu tak mampu meyakinkannya, lelaki itu terus membuatnya bimbang. Cantika pun kemabli dalam maya, wlau ia maish berada di pinggir maya. Ia tak mampu tuk kembali namun ia pun takut untuk pergi. Ia takut saat ia pergi, saat ia merasa memiliki keintiman sebenarnya, lelaki penuntutnya meninggalkannya. Begitu banyak ketakutan dalam diri Cantika yang membuatnya jatuh dalam angan-angannya semata.
Perasaannya pada lelaki penuntutnya begitu besar, hingga ia dpat merasakan apa yang mungkin diraakan lelaki itu. Dalam sisi tertentu ia percaya bahwa lelaki itu pun telah memberinya keintiman sebnarnya, bukan lagi keintiman yang menyerupai keintiman sebenarnya. Tapi di sisi lain, ia tahu hubungannya dnegan lelaki itu hanya hubungan sebatas keintiman, tanpa hitam diatas putih. Hubungan yang hanya didasarkan pada janji si lelaki.
Hendi semakin tak percaya pada wanita yang dicintainya. Ia semakin menjalangi dan menyundali wanita itu. Ia buta… tak mampu melihat sejauh apa wnaita itu telah melangkah. Ia pun mati rasa… tak dapat merasakan apa yang sebenarnya aa di balik topeng kaca wanita itu. Ia hanya percaya pada logikanya dan kecemburuannya. Ia masih berusaha mempertahankan cintanya pada wnaita itu, namun nampaknya wnaita itu tak ingin dicintai. Ia pun menilai bahwa wanita itu telah terlalu dalam tenggelam dalam keintiman palsu dan inilah saatnya untuk meninggalkan wanita itu.
Cantika mulai percaya dengan keintiman sebenarnya yang diberikan oleh lelaki penuntutnya, namun kepercayaan itu tak bisa sepenuhnya. Ia takut, ia maish belum yakin bahwa lelaki itu mampu menerima semua kejalangannya, walau ia tahu bahwa lelaki itu mengetahui bahwa dirinya jalang dan sundal. Ia terus mencoba untuk kembali dalam maya dalam keraguannya pada lelaki itu. Ia mencoba memberikan perjanjian dengan penciptanya. Ia akan berhenti dalam ruang mayanya jika dalam satu kali terakhir, lelaki itu dapat menerima kejalangan dan kesundalanya lagi dnegan segala yang telah diperbuatnya. Namun kenyataan tak sesuai harapan. Cantika tahu dan menyadari bahwa tiada yang dapat menerima kejalangan dan kesundalannya. Ia pun ingin terlepas dari lelaki itu. Namun ternyata, topeng kacanya telah lama tak melindunginya lagi. Ia tak dapat lagi mempergunakannya, karena tanpa disadarinya, topeng kaca Cantika telah meleleh menyatu dnegan tubuhnya. Hal itu pulalah yang menyebabkan maya dan nyatanya menyatu, sedang lelaki itu telah bersiap meninggalkan Cantika.
Hendi kembali pada wanita yang berjanji seumur hidup dengannya. Ia merasa wanita itu lebih baik dibandingkan dengan wanita jalang dan sundal yang ditemukannya di etalase mall dengan bandrol di lehernya. Ia tak menyadari bahwa wanita yang dituntutnya sekarang telah menuntut lebih darinya. Ia tak menyadari bahwa wanita itu sedang berusaha keras untuk tidak menjadi sundal disaat Hendi menyundalinya.
Cantika mencoba menghilangkan rasa jalang dan sundal dari dirinya, ia membuat suatu gambaran baru dalam maya. Ia mengakhiri hubungan intimnya, ia bahkan mengakhiri hubungannya dnegan kekasihnya. Kini ia tahu apa yang diinginkannya, ia menginginkan lelaki yang menuntutnya. Namun perasaan dalam hatinya mengatakan bahwa lelaki itu telah menjauh. Ia pun kembali ke dalam kekecewaan. Namun ia terus berusaha bertahan untuk tidak kembali pada maya. Hingga masa dimana lelaki penuntutnya mengucapkan selamat tinggal pada keintiman mereka selama ini.
Hendi sudah tak mampu menerima apa yang wanita yang dituntutnya perbuat. Ia semakin tidak mengerti dan semakin menghilangkan perasaannya, hingga hanya logika yang dipergunakannya. Satu kesimpulan yang diambilanya adalah wnita itu jalang dan sundal dan ia memang ingin begitu. Hendi pun membiarkan wanita itu tenggelam dalam kejalangannya dan kesundalannya. Sayangnya, ia tak tahu sejauh mana wnaita itu telah keluar dari kejalangan dan kesundalannya.
Masa dimana lelaki penuntutnya meninggalkan Cantika adalah masa dimana Cantika merasa lebih bimbang dari biasanya. Ia tak mampu untuk kembali dalam maya, ia berusaha memasuki maya kembali, namun hatinya tak mampu. Ia maish mengharapkan lelaki penuntutnya kembali padanya dan menyelamatkannya di bibir maya, namun lelaki itu tak jua datang. Lelaki itu telah kembali pada wanita yang berjanji seumur hidup dengannya. Cantika begitu merindukan keintiman sebenarnya yang ia berikan pada lelaki penuntutnya, namun ia tak berdaya. Lelaki itu telah pergi menjauh, ia telah memberikan keintiman sebenarnya pada wanita lain. Cantika hanya terdiam, namun ia kemudian terbangun. Ia merasa maish ada yang dpaat diperjuangkan. Jatuh bangun ia mencoba untuk meraik lelaki itu kembali, namun lelaki itu tak mau, ia tk mampu. Lelaki itu terlalu lemah untuk kemabli ke pelukan Cantika, karena Cantika telah melukainya terlalu banyak.
Hendi telah menjalani hidup selayaknya hidupnya sebelumnya, bersama dnegan wnaita lain yang pernah dan kini dicintainya kembali. Ia melupakan wanita yang dituntutnya. Ia bahkan tidak menggubri wanita itu. Ia melihat begitu banyak yang dilakukan wnaita itu untuk membuatnya kembali ke pelukannya, namuan hatinya telah tertutup. Hatinya telah beku oleh luka yang diberikan wanita itu padanya. Ia tak mampu lagi bersama wanita itu, ia pun telah mencintai wnaita lain. Cinta yang dulu diagungkannya dalam keintimannya bersama wanita yang dituntutnya telah terkikis, menyisakan kejijikan pada wnaita jalang dan sundal yang dulu dituntutnya itu.
Cantika kini menuntut lelaki penuntutnya. Ia ingin dicintai seperti dulu dan ia berjanji pada diirnya sendiri ia takkan menyia-nyiakan cinta yang dulu pernah ditawarkan padanya cukup lama. Karena rasa cinta Cantika semakin besar pada lelaki penuntutnya. Ia kosong, ia melayang, ia tak mampu berpikir, ia tak mampu hidup tanpa lelaki penuntutnya. Ia tak berarah semakin tak berarah. Hingga ia memohon pada lelaki itu untuk terus disampingnya wlaau itu palsu. Cantika pun emnuntut keintiman palsu dari lelaki penuntutnya. Ia menginginkan keintiman itu kembali walau itu palsu, dan ia akan melakukan apapun untuk itu. Ia sempat berpikir apakah ini yang lelaki lain inginkan darinya hingga sempat memohon diujung kakinya. Tapi itu semua masa lalu. Kini ia tak peduli dengan dirinya sendiri, kini ia tak memiliki harga diri dihadapan lelaki penuntutnya, karena ia hanya menginginkan keinginan sebenarnya yang pernah dimilikinya namun tak disadarinya. Keintiman sebenarnya yang menjadi keintiman palsu.
Hendi pun menyetujui keinginan wanita yang dituntutnya untuk memberikannya keintiman palsu. Namun itu hanya sekedar rasa kasihannya pada wanita itu. Ia pun tak ingin wanita itu selamanya menjadi jalang dan sundal, Bagaimanapun wanita itu pernah memberinya kenikmatan luar biasa dalam keintiman mereka dahulu.
Tanpa disadari, mereka berada dalam jalur yang sama. Cantika merupakan wanita yang dituntut Hendi, sedangkan Hendi merupakan lelaki penuntut Cantikan. Mereka kini berjalan dalam keintiman palsu. Walau keadaan berbalik. Cantika memberikan Hendi keintiman sebenarnya, namun Hendi, ia hanya memberikan keintiman palsu seadanya dengan timbal balik kesempurnaan Cantika dlaam segala hal. Cantika terus bertahan dalam keintiman palsu yang dibuatnya dengan Hendi, hingga ia mampu mencapai sesuatu yang diinginkan Hendi, namun nasib berkata lain.
Suatu waktu saat Cantika ingin memberitahukan keberhasilannya, Hendi berusaha menyambutnya dengan topeng kacanya. Namun Cantika tak menyadari bahwa maut telah menunggunya. Dan itulah saat terakhir Cantika melihat dunia baru yang baru saja dibuatnya. Dunia baru tanpa perasaan jalang dan sundal yang berlangsung sangat singkat. Dunia dimana tiada lagi topeng yang dipakai Cantika. Topeng kaca Cantika telah tiada seutuhnya seiring dengan tiadanya keintiman palsu yang diberikan padanya dan tiadanya dirinya di dunia ini. Cantika disambut maut dihadapan Hendi dan Hendi hanya mengasihani nasib Cantika.